Muhammad Firman
Peneliti asal Jepang menemukan bakteri yang diproduksi oleh mulut
manusia yang justru mampu mencegah pembentukan lubang di gigi.
Peneliti berhasil menemukan senjata baru dalam memerangi kerusakan gigi. Caranya menggunakan enzim yang diproduksi oleh bakteri mulut yang justru mencegah pembentukan plak. Temuan ini membuka peluang pembuatan pasta gigi yang memanfaatkan alat pembasmi plak milik tubuh.
Seperti diketahui, mulut manusia penuh dengan bakteri. Lebih dari 700 spesies hadir di ruangan yang hangat dan lembab, termasuk Streptococcus mutans (S. mutans), salah satu komponen utama plak.
Melekat dengan gigi dalam lapisan tipis yang disebut biofilm, S. mutans mencerna gula dan memproduksi asam yang memakan enamel dan menyebabkan gigi berlubang. Selain S. mutans, bakteri-bakteri lain merupakan tamu yang lebih ramah.
Sebagai contoh, tahun 2009 lalu, peneliti menemukan bahwa S. salivarius, jenis bakteri yang ditemukan di lidah dan jaringan lunak lain di mulut, justru menurunkan perkembangan biofilm S. mutans.
Seperti dikutip dari Sciencemag, 4 April 2011, Hidenobu Senpuku dan rekan-rekannya, biolog asal National Institute of Infectious Diseases, Tokyo, Jepang mengamati zat yang menghadirkan kemampuan mencegah lubang dari S. salivarius.
Menggunakan teknik kromatografi, metode di mana molekul dibagi berdasarkan isi atau ukuran, peneliti memisahkan tiap-tiap protein dari sampel mikroba yang diambil. Peneliti kemudian mencampur setiap protein dengan sel S. mutans dan mengukur kombinasi mana yang menumbuhkan jumlah biofilm dalam jumlah yang paling sedikit dalam wadah di lab.
Dari uji coba, diketahui bahwa protein FruA, sebuah enzim yang berfungsi memecahkan gula yang kompleks, merupakan pemblokir biofilm yang paling bertenaga.
Peneliti juga mendapati bahwa salah satu bentuk FruA, yang diproduksi oleh jamur Aspergillus niger yang tersedia di mulut juga mengatasi plak dengan sama baik. FruA ini juga bekerja dengan baik meski asam amino yang dimiliki berbeda dengan FruA yang dipunyai oleh S. salivarius. “Ini dapat mempercepat penemuan pasta gigi yang mengandung FruA,” kata Senpuku.
Meski begitu, temuan yang dipublikasikan di Applied and Environmental Microbiology tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk orang memakan seluruh permen yang ada. Pasalnya, saat peneliti meningkatkan konsentrasi sucrose, salah satu jenis gula dalam campuran yang mengandung FruA dari S. salivarius dan S. mutans, kelebihan bakteri itu dalam mencegah pembentukan biofilm menjadi musnah.
Peneliti menyebutkan bahwa hasil temuan mereka mungkin menjelaskan sebuah studi yang dilakukan pada tahun 1996 lalu mengungkapkan hubungan FruA terhadap pembentukan lubang gigi pada tikus.
Mary Ellen Davey, mikrobiolog asal Forsyth Institute di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat setuju bahwa temuan ini bisa memicu pembuatan pasta gigi yang lebih baik. Namun menurutnya, itu bukan hal mudah.
“Menemukan formulasi yang menggaransi bahwa enzim itu tetap aktif setelah ia disimpan di dalam tabung dan dijual di toko obat merupakan tantangan yang besar,” ujar Davey.
Seperti diketahui, mulut manusia penuh dengan bakteri. Lebih dari 700 spesies hadir di ruangan yang hangat dan lembab, termasuk Streptococcus mutans (S. mutans), salah satu komponen utama plak.
Melekat dengan gigi dalam lapisan tipis yang disebut biofilm, S. mutans mencerna gula dan memproduksi asam yang memakan enamel dan menyebabkan gigi berlubang. Selain S. mutans, bakteri-bakteri lain merupakan tamu yang lebih ramah.
Sebagai contoh, tahun 2009 lalu, peneliti menemukan bahwa S. salivarius, jenis bakteri yang ditemukan di lidah dan jaringan lunak lain di mulut, justru menurunkan perkembangan biofilm S. mutans.
Seperti dikutip dari Sciencemag, 4 April 2011, Hidenobu Senpuku dan rekan-rekannya, biolog asal National Institute of Infectious Diseases, Tokyo, Jepang mengamati zat yang menghadirkan kemampuan mencegah lubang dari S. salivarius.
Menggunakan teknik kromatografi, metode di mana molekul dibagi berdasarkan isi atau ukuran, peneliti memisahkan tiap-tiap protein dari sampel mikroba yang diambil. Peneliti kemudian mencampur setiap protein dengan sel S. mutans dan mengukur kombinasi mana yang menumbuhkan jumlah biofilm dalam jumlah yang paling sedikit dalam wadah di lab.
Dari uji coba, diketahui bahwa protein FruA, sebuah enzim yang berfungsi memecahkan gula yang kompleks, merupakan pemblokir biofilm yang paling bertenaga.
Peneliti juga mendapati bahwa salah satu bentuk FruA, yang diproduksi oleh jamur Aspergillus niger yang tersedia di mulut juga mengatasi plak dengan sama baik. FruA ini juga bekerja dengan baik meski asam amino yang dimiliki berbeda dengan FruA yang dipunyai oleh S. salivarius. “Ini dapat mempercepat penemuan pasta gigi yang mengandung FruA,” kata Senpuku.
Meski begitu, temuan yang dipublikasikan di Applied and Environmental Microbiology tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk orang memakan seluruh permen yang ada. Pasalnya, saat peneliti meningkatkan konsentrasi sucrose, salah satu jenis gula dalam campuran yang mengandung FruA dari S. salivarius dan S. mutans, kelebihan bakteri itu dalam mencegah pembentukan biofilm menjadi musnah.
Peneliti menyebutkan bahwa hasil temuan mereka mungkin menjelaskan sebuah studi yang dilakukan pada tahun 1996 lalu mengungkapkan hubungan FruA terhadap pembentukan lubang gigi pada tikus.
Mary Ellen Davey, mikrobiolog asal Forsyth Institute di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat setuju bahwa temuan ini bisa memicu pembuatan pasta gigi yang lebih baik. Namun menurutnya, itu bukan hal mudah.
“Menemukan formulasi yang menggaransi bahwa enzim itu tetap aktif setelah ia disimpan di dalam tabung dan dijual di toko obat merupakan tantangan yang besar,” ujar Davey.
No comments:
Post a Comment
Silahkan anda komentar degan baik dan bijak